Media Arab Saudi Sebut Banyak Pemain Timnas Indonesia Di Eropa Malah Jadi Kelemahan, Mengapa?
Insansport - Timnas Indonesia Lagi-Lagi Jadi Bahan Pembicaraan Media Luar Negeri. Kali Ini Datang Dari Media Arab Saudi, Yang Secara Mengejutkan Menilai Kalau Banyaknya Pemain Indonesia Yang Berkarier Di Eropa Justru Bisa Jadi Kelemahan, Bukan Kekuatan.
Di Tengah
Hype Menuju Laga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, Komentar Ini Tentu
Langsung Viral. Banyak Yang Ngerasa Heran—Kok Bisa, Pemain Yang Main Di Eropa Malah
Dianggap Kelemahan? Tapi Kalau Kita Lihat Lebih Dalam, Ternyata Pernyataan Ini
Punya Beberapa Sisi Menarik Buat Dibahas.
Nah, Di
Artikel Ini, Kita Bakal Ngebedah Secara Objektif Gimana Pandangan Media Arab Itu
Muncul, Kenapa Mereka Bisa Berpikir Seperti Itu, Dan Apakah Benar Pemain-Pemain
Diaspora Di Eropa Justru Bikin Timnas Indonesia Rapuh Di Level Asia. Spoiler
Alert: Nggak Segampang Itu, Bro.
Sorotan Media Arab Saudi Terhadap Timnas Indonesia
Beberapa Hari
Sebelum Laga Besar Di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, Media Arab Saudi Kayak
Arriyadiyah Dan Asharq Al-Awsat Nulis Laporan Analitis Tentang
Kekuatan Lawan Mereka Di Grup C — Salah Satunya Indonesia. Tapi Yang Bikin
Heboh, Mereka Bilang Banyak Pemain Indonesia Yang Bermain Di Eropa Justru Bisa
Jadi "Boomerang" Buat Skuad Garuda.
Dalam Artikelnya,
Media Itu Nyebut Bahwa Pemain Indonesia Yang Berkarier Di Eropa “Belum Tentu
Cocok Dengan Iklim Dan Ritme Permainan Di Asia.” Nada Tulisannya Agak Sinis,
Kayak Mau Bilang Kalau Indonesia Terlalu Mengandalkan Pemain Diaspora Ketimbang
Membangun Sistem Permainan Yang Solid.
Kalimat Seperti
“Mereka Mungkin Terbiasa Dengan Ritme Eropa Yang Berbeda Dengan Intensitas
Tinggi Di Asia” Bikin Publik Indonesia Ngerasa Agak Geregetan. Tapi, Ya
Begitulah, Menjelang Pertandingan Antar Negara Besar, Media Pasti Punya Cara
Masing-Masing Buat “Memanaskan Suasana”.
Konteks Laga Dan Ketegangan Menjelang Pertemuan Dua Tim
Komentar Itu Muncul Pas Banget Beberapa Hari Sebelum Laga Timnas Indonesia Melawan Arab Saudi. Di Situasi Kayak Gini, Jelas Banget Kalau Media Mereka Lagi Berusaha Bikin Tekanan Psikologis — Psychological War Istilahnya.
Timnas
Indonesia Saat Ini Lagi Dalam Fase Pertumbuhan Besar Di Bawah Shin Tae-Yong.
Banyak Pemain Muda Dan Diaspora Yang Tampil Di Eropa, Kayak Elkan Baggott (Inggris),
Marselino Ferdinan (Belgia), Ivar Jenner (Belanda), Dan Rafael
Struick (Belanda).
Buat Negara-Negara
Asia Lain, Peningkatan Kualitas Pemain Indonesia Ini Jelas Jadi Sorotan. Tapi,
Daripada Memuji, Media Luar Justru Lebih Milih “Memutar Opini” — Seolah-Olah
Pemain Eropa Itu Malah Bikin Timnas Kehilangan Keseimbangan.
Banyak Pemain Timnas Indonesia Di Eropa, Tapi Kenapa Malah Dianggap Kelemahan?
Nah Ini Yang
Menarik. Menurut Laporan Media Arab, Alasan Mereka Bilang Pemain Eropa Jadi
Kelemahan Ada Dua: Adaptasi Dan Chemistry.
Pertama,
Mereka Bilang Pemain-Pemain Diaspora Nggak Terbiasa Dengan Iklim Panas,
Lapangan Keras, Dan Tempo Cepat Khas Asia Barat. Kedua, Karena Banyak Dari
Mereka Baru Bergabung Menjelang Laga, Otomatis Waktu Buat Latihan Bareng Tim
Juga Terbatas.
Ya, Kalau
Dilihat Dari Logika Sepak Bola, Poin Ini Ada Benarnya Juga. Pemain Yang Baru
Gabung, Bahkan Setelah Main Di Eropa, Butuh Waktu Buat Sinkronisasi Dengan
Rekan Satu Tim Dan Sistem Pelatih. Tapi, Apakah Itu Otomatis Bikin Timnas Jadi
Lemah? Belum Tentu Juga.
Adaptasi Gaya Main Eropa Vs Asia
Kita Tahu
Pemain Di Eropa Terbiasa Dengan Sistem Taktik Yang Ketat, Tempo Permainan Yang
Cepat, Dan Pressing Yang Disiplin Banget. Tapi Di Asia, Terutama Di Timur
Tengah, Sepak Bolanya Lebih Fisikal, Keras, Dan Terkadang Lebih Bergantung Pada
Stamina Dan Kekuatan Individu.
Nah, Pemain
Seperti Marselino Atau Struick Mungkin Sempat Kaget Dengan Perubahan Gaya Itu. Tapi
Justru Di Sinilah Ujiannya. Mereka Harus Bisa Switch Mode Dari Ritme Eropa
Ke Ritme Asia.
Bahkan Shin
Tae-Yong Sendiri Bilang, “Main Di Eropa Itu Bagus Buat Pengalaman, Tapi Di
Sini, Mereka Harus Bisa Adaptasi Dengan Cepat. Yang Penting Mental
Bertandingnya.” Jadi, Menurut STY, Pemain-Pemain Ini Bukan Kelemahan — Justru
Aset Yang Harus Disatukan Dengan Pemain Lokal.
Minimnya Waktu Pemusatan Latihan Bersama
Nah Ini
Kelemahan Nyata Yang Emang Sulit Dihindari. Karena Pemain-Pemain Diaspora
Tinggal Di Berbagai Negara Eropa, Mereka Baru Bisa Gabung Timnas Beberapa Hari
Sebelum Pertandingan.
Contohnya,
Waktu Pemusatan Latihan Di Jakarta Kadang Cuma Punya Waktu Seminggu Buat
Latihan Full Team. Padahal, Tim Lain Kayak Arab Saudi Atau Jepang Udah Bisa
Latihan Bareng Jauh Lebih Lama.
Jadi Dari
Sisi Team Cohesion, Memang Agak Riskan. Tapi STY Punya Cara Sendiri:
Latihan Intensitas Tinggi Dan Simulasi Game Plan Super Detail. Jadi, Walau
Waktunya Sempit, Chemistry Antar Pemain Bisa Dikejar Lewat Sistem Permainan
Yang Udah Dihafalin Sebelumnya.
Analisis Netral – Benarkah Pemain Eropa Justru Melemahkan Timnas Indonesia?
Kalau Kita
Mau Objektif, Klaim Media Arab Ini Nggak Sepenuhnya Salah… Tapi Juga Jauh Dari
Benar. Pemain Yang Main Di Eropa Jelas Punya Level Teknis Dan Mentalitas
Yang Beda. Mereka Terbiasa Bersaing Di Lingkungan Profesional Dan Disiplin
Banget.
Cuma Memang,
Masalah Muncul Kalau Mereka Nggak Bisa Adaptasi Sama Gaya Main Pelatih Dan
Kondisi Asia. Tapi, Sejauh Ini, STY Udah Berhasil Ngejembatani Gap Itu.
Perspektif Shin Tae-Yong
Pelatih Asal
Korea Selatan Ini Udah Beberapa Kali Ngomong Bahwa Dia Nggak Peduli Pemainnya
Main Di Mana, Yang Penting Mereka Punya “Mental Juang Dan Komitmen Tinggi
Buat Garuda.”
Menurut STY,
Justru Kehadiran Pemain-Pemain Dari Eropa Bikin Timnas Indonesia Naik Kelas. Tapi
Dia Sadar, “Kalau Mental Mereka Belum Siap Adaptasi Di Asia, Semua Pengalaman
Itu Bisa Sia-Sia.”
Jadi,
Kuncinya Ada Di Mindset — Bukan Di Lokasi Klub. Pemain Diaspora Harus
Bisa Bertransformasi, Bukan Sekadar Datang Sebagai Pemain Profesional Eropa,
Tapi Juga Jadi Bagian Dari Semangat Kolektif Indonesia.
Faktor Strategi Dan Pola Main Timnas Indonesia
Shin Tae-Yong
Udah Membangun Gaya Main Timnas Indonesia Yang Unik: High Pressing, Transisi
Cepat, Dan Pressing Zona. Buat Pemain Diaspora, Ini Bukan Hal Asing, Tapi
Buat Pemain Lokal, Awalnya Butuh Adaptasi. Sekarang, Mereka Udah Mulai Padu
Banget.
Masalah Yang
Sering Muncul Adalah Ketika Rotasi Pemain Terlalu Sering, Atau Pemain Baru
Belum Klop Dengan Sistem. Tapi Itu Bagian Dari Proses Menuju Kedewasaan Taktik.
Kunci Keberhasilan Tim – Sinkronisasi Dan Adaptasi
Cepat
STY Ngerti
Banget Kalau Pemain-Pemain Diaspora Punya Skill Set Yang Beda Dari
Pemain Lokal. Makanya Dia Berusaha Bikin Sistem Yang Fleksibel, Di Mana Setiap
Pemain Tahu Perannya Masing-Masing.
Misalnya, Elkan
Baggott Dikasih Tugas Jadi Anchor Defense, Sementara Asnawi Mangkualam Lebih
Fokus Pada Build-Up Cepat Dari Sisi Kanan. Sistem Kayak Gini Bikin Semua Pemain
Punya Fungsi Yang Jelas, Jadi Nggak Ada Yang “Lepas Jalur”.
Reaksi Publik Indonesia Dan Respons Pemain
Begitu Berita
Dari Media Arab Itu Viral, Publik Indonesia Langsung Rame Banget Di Media
Sosial. Banyak Yang Anggap Komentar Itu Cuma Nyinyiran Buat Ngeganggu
Mental Pemain.
Ada Juga
Yang Ngerespons Santai: “Biarin Aja, Nanti Juga Lihat Hasil Di Lapangan.” Bahkan
Beberapa Pemain Kayak Marselino Dan Elkan Juga Sempet Nyengir Waktu Ditanya
Soal Komentar Itu.
Buat Mereka,
Opini Media Luar Nggak Penting. Yang Penting Adalah Performa Di Lapangan Dan
Bukti Nyata Lewat Kemenangan.
Dukungan Fans Jadi Energi Tambahan
Kalau Ngomongin
Semangat Suporter Indonesia, Nggak Ada Yang Nandingin. Stadion GBK Atau Bahkan
Venue Tandang Di Luar Negeri Selalu Penuh Suara Dukungan Buat Garuda.
Semangat Inilah
Yang Sering Jadi Pembeda. Buat Pemain Diaspora, Dukungan Kayak Gini Juga Jadi
Pengingat — Bahwa Mereka Nggak Cuma Mewakili Klub, Tapi Jutaan Fans Di Tanah
Air.
Kesimpulan – Saatnya Timnas Indonesia Buktikan Di Lapangan
Komentar Media
Arab Saudi Mungkin Terdengar Sinis, Tapi Di Sisi Lain, Itu Juga Tanda Bahwa Timnas
Indonesia Mulai Diperhitungkan Di Asia. Dulu, Nggak Ada Yang Peduli. Sekarang,
Mereka Sampai Menganalisis Satu-Satu Pemain Kita. Itu Artinya, Kita Udah Naik
Level.
Pemain Yang
Berkarier Di Eropa Bukan Kelemahan, Tapi Simbol Kemajuan Sepak Bola Indonesia.
Tantangannya Cuma Satu: Gimana Mereka Bisa Menyatukan Gaya Main Dan Chemistry
Buat Tampil Maksimal Di Lapangan.
Dan Pada Akhirnya, Cuma Satu Hal Yang Bisa Jadi Jawaban Buat Semua Kritik Itu: Hasil Pertandingan. Kalau Garuda Bisa Tampil Solid Dan Mencetak Kemenangan, Opini Miring Bakal Lenyap Sendiri. Karena, Kayak Kata STY, “Yang Ngomong Boleh Siapa Aja, Tapi Yang Berjuang Tetap Kita.”